Surah An-Naba’
(78)
بِسْمِ اللّٰهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
عَمَّ
يَتَسَاۤءَلُوْنَۚ ١ عَنِ النَّبَاِ الْعَظِيْمِۙ ٢ الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ
مُخْتَلِفُوْنَۗ ٣ كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَۙ ٤ ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَ ٥ اَلَمْ
نَجْعَلِ الْاَرْضَ مِهٰدًاۙ ٦ وَّالْجِبَالَ اَوْتَادًاۖ ٧ وَّخَلَقْنٰكُمْ
اَزْوَاجًاۙ ٨ وَّجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًاۙ ٩ وَّجَعَلْنَا الَّيْلَ
لِبَاسًاۙ ١٠ وَّجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًاۚ ١١ وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ
سَبْعًا شِدَادًاۙ ١٢ وَّجَعَلْنَا سِرَاجًا وَّهَّاجًاۖ ١٣ وَّاَنْزَلْنَا مِنَ
الْمُعْصِرٰتِ مَاۤءً ثَجَّاجًاۙ ١٤ لِّنُخْرِجَ بِهٖ حَبًّا وَّنَبَاتًاۙ ١٥
وَّجَنّٰتٍ اَلْفَافًاۗ ١٦ اِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيْقَاتًاۙ ١٧ يَّوْمَ
يُنْفَخُ فِى الصُّوْرِ فَتَأْتُوْنَ اَفْوَاجًاۙ ١٨ وَّفُتِحَتِ السَّمَاۤءُ
فَكَانَتْ اَبْوَابًاۙ ١٩ وَّسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًاۗ ٢٠ اِنَّ
جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًاۙ ٢١ لِّلطّٰغِيْنَ مَاٰبًاۙ ٢٢ لّٰبِثِيْنَ فِيْهَآ
اَحْقَابًاۚ ٢٣ لَا يَذُوْقُوْنَ فِيْهَا بَرْدًا وَّلَا شَرَابًاۙ ٢٤ اِلَّا
حَمِيْمًا وَّغَسَّاقًاۙ ٢٥ جَزَاۤءً وِّفَاقًاۗ ٢٦ اِنَّهُمْ كَانُوْا لَا
يَرْجُوْنَ حِسَابًاۙ ٢٧ وَّكَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا كِذَّابًاۗ ٢٨ وَكُلَّ شَيْءٍ
اَحْصَيْنٰهُ كِتٰبًاۙ ٢٩ فَذُوْقُوْا فَلَنْ نَّزِيْدَكُمْ اِلَّا عَذَابًا ࣖ ٣٠
اِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ مَفَازًاۙ ٣١ حَدَاۤىِٕقَ وَاَعْنَابًاۙ ٣٢ وَّكَوَاعِبَ
اَتْرَابًاۙ ٣٣ وَّكَأْسًا دِهَاقًاۗ ٣٤ لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا
كِذّٰبًا ٣٥ جَزَاۤءً مِّنْ رَّبِّكَ عَطَاۤءً حِسَابًاۙ ٣٦ رَّبِّ السَّمٰوٰتِ
وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الرَّحْمٰنِ لَا يَمْلِكُوْنَ مِنْهُ خِطَابًاۚ ٣٧
يَوْمَ يَقُوْمُ الرُّوْحُ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ صَفًّاۙ لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ اِلَّا
مَنْ اَذِنَ لَهُ الرَّحْمٰنُ وَقَالَ صَوَابًا ٣٨ ذٰلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّۚ
فَمَنْ شَاۤءَ اتَّخَذَ اِلٰى رَبِّهٖ مَاٰبًا ٣٩ اِنَّآ اَنْذَرْنٰكُمْ عَذَابًا
قَرِيْبًا ەۙ يَّوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُوْلُ
الْكٰفِرُ يٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرٰبًا ࣖ ٤٠
[1] Tentang
apakah mereka saling bertanya-tanya? [2] Tentang berita yang besar (hari kebangkitan) [3] yang dalam hal itu mereka berselisih. [4] Tidak! Kelak mereka akan mengetahui. [5] Sekali lagi tidak! Kelak mereka akan
mengetahui. [6] Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan. [7] dan gunung-gunung sebagai pasak? [8] Dan Kami menciptakan kamu
berpasang-pasangan, [9] dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat [10] dan Kami menjadikan malam sebagai
pakaian, [11] dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan, [12] dan Kami membangun di atas kamu tujuh
(langit) yang kokoh, [13] dan Kami menjadikan pelita yang terang-benderang
(matahari), [14] dan Kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan
hebatnya, [15] untuk Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan
tanam-tanaman, [16] dan kebun-kebun yang rindang. [17] Sungguh, hari keputusan adalah suatu
waktu yang telah ditetapkan, [18] (yaitu) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu
datang berbondong-bondong, [19] dan langit pun dibukalah, maka terdapatlah beberapa pintu, [20] dan gunung-gunung pun dijalankan
sehingga menjadi fatamorgana. [21] Sungguh, (neraka) Jahanam itu (sebagai) tempat mengintai
(bagi penjaga yang mengawasi isi neraka), [22] menjadi tempat kembali bagi orang-orang
yang melampaui batas. [23] Mereka tinggal di sana dalam masa yang lama, [24] mereka tidak merasakan kesejukan di
dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, [25] selain air yang mendidih dan nanah, [26] sebagai pembalasan yang setimpal. [27] Sesungguhnya dahulu mereka tidak pernah
mengharapkan perhitungan. [28] Dan mereka benar-benar mendustakan ayat-ayat Kami. [29] Dan segala sesuatu telah Kami catat
dalam suatu Kitab (buku catatan amalan manusia). [30] Maka karena itu
rasakanlah! Maka tidak ada yang akan Kami tambahkan kepadamu selain azab. [31] Sungguh, orang-orang yang bertakwa
mendapat kemenangan, [32] (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, [33] dan gadis-gadis montok yang sebaya, [34] dan gelas-gelas yang penuh (berisi
minuman). [35] Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia
maupun (perkataan) dusta. [36] Sebagai balasan dan pemberian yang cukup banyak dari
Tuhanmu, [37] Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya; Yang Maha Pengasih, mereka tidak mampu berbicara dengan Dia. [38] Pada hari, ketika ruh dan para
malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang
telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan dia hanya
mengatakan yang benar. [39] Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barang siapa
menghendaki, niscaya dia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. [40] Sesungguhnya Kami telah memperingatkan
kepadamu (orang kafir) azab yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang
telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata, “Alangkah
baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.”
Pengantar: Surah ini seakan-akan dimulai dengan berbagai
macam sumpah yang materinya sumpahnya didustakan oleh kaum musyrik, yakni hari
kebangkitan.[1]
__________
عَمَّ يَتَسَاۤءَلُوْنَۚ
١
1.
Tentang apakah
mereka saling bertanya-tanya? Sebagian orang saling bertanya antar sesamanya. Orang-orang
saling bertanya karena adanya sesuatu yang besar yang menarik perhatian. Ayat
ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an begitu indah dalam mengajak manusia
berkomunikasi. Al-Qur’an seakan-akan bertanya, padahal tidak. Sesungguhnya Al-Qur’an
hanya memotret kehidupan manusia. Orang-orang ini saling mempertanyakan,
berselisih dan berdebat mengenai risalah kenabian Muhammad Saw.[2]
Orang-orang ini saling bertanya karena mereka mengingkari risalah kenabian itu.
عَنِ النَّبَاِ الْعَظِيْمِۙ ٢
2. Tentang berita yang besar (hari kebangkitan), berita
besar yang saling dipertanyakan adalah Al-Qur’an yang disampaikan oleh Nabi
Saw. yang berisi informasi hal yang besar, diantaranya kebangkitan kelak
setelah kematian.[3]
Mereka tidak hanya saling mempertanyakan, bahkan saling menyalahkan.[4]
الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ مُخْتَلِفُوْنَۗ ٣
3. yang
dalam hal itu mereka berselisih. Orang-orang yang berselisih terus dalam
perselisihannya tanpa henti. Artinya, akan terus jadi karena mereka
memperturutkan pertimbangan sendiri.[5]
Boleh jadi, perselisihan ini terus terjadi antar lintas generasi dan golongan.
كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَۙ ٤ ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَ ٥
4-5. Tidak! Kelak mereka akan mengetahui, sekali lagi tidak! Kelak
mereka akan mengetahui. Ayat ini menyatakan bahwa semua orang,
baik yang beriman maupun tidak, akan mengetahui akibat pembenaran mereka.
Pembenaran itu terkait apa yang mereka perselisihkan.[6]
اَلَمْ نَجْعَلِ الْاَرْضَ مِهٰدًاۙ ٦
6. Bukankah
Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan, sesungguhnya bumi
itu bola langit yang sangat besar, sehingga nampak datar seperti hamparan.
Kemudian dengan itu mudah untuk didiami oleh manusia, hewan dan tumbuhan[7] serta memberi kemaslahatan.[8]
وَّالْجِبَالَ اَوْتَادًاۖ ٧
7. dan
gunung-gunung sebagai pasak? Ini adalah
perumpamaan yang menjadi pengalihan.[9]
Allah telah meletakkan gunung-gunung yang kokoh agar
bumi itu tidak bergoyang bersama kalian (karena rotasi bumi)[10]
وَّخَلَقْنٰكُمْ اَزْوَاجًاۙ ٨
8. Dan
Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan, segala yang diciptakan Allah Swt
memiliki pasangannya. Laki-laki berpasangan dengan perempuan. Dengan demikian
tidak dibenarkan pasangan sesama jenis.
وَّجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًاۙ ٩
9. dan
Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat, Allah menjadikan tidur pada malam
sebagai penghenti aktivitas, agar tubuh beristirahat dari kepenatan siang hari
untuk berusaha dalam berbagai urusan penghidupan. Seandaikan bukan karena
tidur, niscaya tubuh telah hilang semangatnya, tidak berdaya, dan tidak mampu
bekerja.[11]
وَّجَعَلْنَا الَّيْلَ لِبَاسًاۙ ١٠
10. dan Kami menjadikan
malam sebagai pakaian, malam sangat erat dengan tidur. Seseorang akan
merasakan nikmatnya tidur hanya di malam hari. Pada malam ini pula, suasana
yang gelap menutupi berbagai pandangan, seoalah seperti pakaian yang menutupi
tubuh manusia.[12]
وَّجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًاۚ ١١
11. dan Kami menjadikan
siang untuk mencari penghidupan, segala aktifitas dan
kesibukan manusia—umumnya—dilakukan pada siang hari, baik yang menyangkut
kebutuhan hidup maupun dalam hal mencari penghidupan.[13]
وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعًا شِدَادًاۙ ١٢
12. dan
Kami membangun di atas kamu tujuh (langit) yang kokoh, maksudnya adalah
dalam penciptaan langit sangat teliti, oleh karena itu langit-langit
dideskripsikan dengan kekuatan dan ketebalan.[14]
وَّجَعَلْنَا سِرَاجًا وَّهَّاجًاۖ ١٣
13. dan
Kami menjadikan pelita yang terang-benderang (matahari), bahwa matahari
yang tampak di langit sangat terang dan bersinar.[15]
Matahari terus menerus memancarkan sinarnya akibat dari reaksi nuklir yang
terjadi di dalamnya. Ahli memperkirakan cahaya Matahari akan tetap hadir hingga
5 miliar tahun mendatang.[16]
Bila direnungi,
ayat ini adalah bukti nyata bahwa Allah tidak akan membiarkan makhluknya hidup
dalam kegelapan. Kegelapan ialah istilah bagi segala keburukan, hal yang
membahayakan, dan kejahatan. Berbeda halnya dengan cahaya yang menerangi,
memberi petunjuk serta mengantarkan kepada kebaikan. Itulah Allah, tiada Tuhan
yang lain. Sebab Allah adalah pemberi cahaya bagi langit dan bumi serta yang
ada di dalamnya. (Q.S. An-Nur [24]:35).
وَّاَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرٰتِ مَاۤءً
ثَجَّاجًاۙ ١٤
14. dan
Kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan hebatnya, itulah
hujan yang selalu menyirami bumi; air yang bercucuran ialah hujan yang lebat,
yang selalu membagi-bagikan air untuk hidup segala yang bernyawa.[17]
Maka, tak pantaslah kita sebagai manusia yang lemah untuk menghujat hujan,
terlebih posisi manusia adalah sebagai khalifah di muka Bumi.
Hujan dihujat
karena dililai sebagai penyebab bencana seperti banjir maupun tanah longsor.
Padahal, itu semua terjadi karena tangan jahil manusia itu sendiri (Q.S.
Ar-Rūm [30]:41). Berburuk sangka terhadap hujan patutlah dihindari oleh setiap
orang yang beriman. Sebab, hujan adalah bukti keberkahan dan rahmat dari Allah
Swt. Hujan adalah sarana untuk tumbuh kembang makhluk Allah tercinta.
لِّنُخْرِجَ بِهٖ حَبًّا وَّنَبَاتًاۙ ١٥
15. untuk Kami tumbuhkan dengan air itu
biji-bijian dan tanam-tanaman, biji-bijian didahulukan daripada
tumbuh-tumbahan dikarenakan makanan pokok manusia berasal dari biji-bijian, seperti
beras, gandum, jagung, dan kacang-kacangan.[18]
Pernahkah kita membayangkan siapa yang nenanam pepohonan di hutan-hutan
yang menghasilkan oksigen bagi kita bernapas? Siapakah yang menanam dan
menumbuhkan rerumputan atau ilalang di tanah lapang? Itu semua adalah Kehendak
Allah Swt yang Penuh Kasih Sayang kepada makhluk-Nya. Allah menyediakan segala
kebutuhan manusia, mulai dari hujan yang airnya bermanfaat untuk tumbuh
berbagai pepohanan dan tanman serta untuk kebutuhan makhluk lainnya, seperti
minum dan lainnya.
وَّجَنّٰتٍ اَلْفَافًاۗ ١٦
16.
dan kebun-kebun yang rindang. dahan dan daun-daun pepohonan kebun yang
kait-berkait, mengelilingi satu dengan lainnya karena lebatnya.[19]
Allah menurunkan hujan untuk menumbuhkan berbagai macam tumbuhan, baik yang
berbatang maupun merambat. Dengan perantaraan hujan itulah tumbuh pohon-pohon
dan kebun-kebun yang indah dan mendatangkan hasil yang banyak.[20]
Kebun yang rindang adalah kebun yang tidak hanya memberi kesejukan di
tanah tersebut, namun juga kebun yang menenangkan jiwa. Kebun yang membuahkan
berbagai hasil untuk dinikmati dan disyukuri serta dimanfaatkan tidak hanya
untuk diri sendiri, melainkan bagi sesama makhluk. Itulah kebun yang baik,
kebun tempat bernaung yang indah.
اِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيْقَاتًاۙ ١٧
17. Sungguh, hari keputusan adalah suatu waktu yang telah
ditetapkan, dinamakan hari keputusan karena pada hari itu Allah Swt.
menetapkan keputusan terkait keimanan seseorang[21]
yang melandasi kehidupannya selama di dunia.
يَّوْمَ يُنْفَخُ
فِى الصُّوْرِ فَتَأْتُوْنَ اَفْوَاجًاۙ ١٨
18. (yaitu) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu
datang berbondong-bondong, Maksudnya, hari dimana Malaikat Israfil meniupkan sangkakala. Lantas
setelahnya manusia datang ke tempat perkumpulan dengan berkelompok-kelompok.[22]
وَّفُتِحَتِ السَّمَاۤءُ فَكَانَتْ اَبْوَابًاۙ ١٩
19. dan langit pun dibukalah, maka terdapatlah beberapa pintu,
dan langit pun terbuka, sehingga seperti pintu-pintu[23]
bagi malaikat.[24]
Pada waktu itu, misteri tentang langit terkuak. Sekatan mata (kasyaf) akan terbuka dan semua makhluk langit, seperti
malaikat, surga dan neraka menjadi jelas.[25]
وَّسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًاۗ ٢٠
20. dan gunung-gunung pun dijalankan sehingga menjadi
fatamorgana. Gunung berjalan seolah debu-debu beterbangan.[26]
اِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًاۙ ٢١
21. Sungguh, Jahanam itu tempat mengintai, neraka jahannam
telah ditetapkan oleh Allah Swt sebagai pusat pengintaian guna menangkap dan
menggiring orang-orang yang melampauin batas untuk mendapat siksaan.[27]
Selain mengintai orang-orang yang melampaui batas, neraka jahannam juga
mengintai musuh-musuh Allah dan orang kafir.[28]
لِّلطّٰغِيْنَ مَاٰبًاۙ ٢٢
22. menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui
batas. Orang yang melampaui batas ialah orang-orang musyrik,[29]
orang-orang yang durhaka, berbuat dosa dan menyalahi Rasul-Nya. Mereka akan
kembali pulang menuju tempat terkahir, yakni neraka jahannam.[30]
لّٰبِثِيْنَ فِيْهَآ اَحْقَابًاۚ ٢٣
23. Mereka tinggal di sana dalam masa yang lama, Buya
Hamka menjelaskan bahwa kata ahqaba adalah jamak dari huquban, sedangkan
huqub menurut orang Arab berarti waktu 80 tahun. Makna lainnya ialah
sebagai ungkapan dari makna kekekalan yang disampaikan oleh al-Qurthubi. Bila
telah masuk, maka sulit untuk keluar.[31]
لَا يَذُوْقُوْنَ فِيْهَا بَرْدًا وَّلَا شَرَابًاۙ ٢٤
24. mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak
(pula mendapat) minuman, maksudnya ialah di dalam neraka itu tidak ada yang
menyejukkan kulit dan menghapus dahaga bagi orang-orang yang melampaui batas.[32]
اِلَّا حَمِيْمًا وَّغَسَّاقًاۙ ٢٥
25. selain air yang mendidih dan nanah, yaitu nanah yang
bercampur darah dan keringat dari penghuni neraka.[33]
جَزَاۤءً وِّفَاقًاۗ ٢٦
26. sebagai pembalasan yang setimpal. Siksaan tersebut
setimpal dengan dosa besar yang mereka lakukan. Tidak ada siska yang paling
besar daripada siksa neraka.[34]
اِنَّهُمْ كَانُوْا لَا يَرْجُوْنَ حِسَابًاۙ ٢٧
27.
Sesungguhnya dahulu mereka tidak pernah mengharapkan perhitungan. Ini
adalah sebab mereka di azab, yakni karena mereka tidak takut bahkan mengingkari
adanya hari perhitungan.[35]
وَّكَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا كِذَّابًاۗ ٢٨
28. Dan mereka benar-benar mendustakan ayat-ayat Kami. Mereka
mengingkarinya dengan kemantapan, padahal itu adalah hal yang sangat aneh. Ini
disebabkan mereka tidak mengharap adanya Kebangkitan manusia. Mereka tidak
pernah memperhitungkan apa yang akan terjadi di sana, dan ini menjadikan mereka
sama sekali tidak melakukan kegiatan kecuali yang berkaitan dengan kehidupan
sekarang di dunia ini.[36]
وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ كِتٰبًاۙ ٢٩
29. Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu Kitab (buku
catatan amalan manusia). Setiap tindakan dan perbuatan itu selalu Kami
catat dalam buku catatan kebaikan dan keburukan. Dan buku ini senantiasa
terjaga dan terpelihara sampai Hari Perhitungan tiba, tanpa ada yang bisa
menambah atau mengurangi apa yang tercatat di dalamnya.[37]
فَذُوْقُوْا فَلَنْ نَّزِيْدَكُمْ اِلَّا عَذَابًا ࣖ ٣٠
30. Maka karena itu rasakanlah! Maka tidak ada yang akan Kami
tambahkan kepadamu selain azab. Ini adalah penegasan. Kata selain azab adalah
sebuah ejekan yang sempurna bagi orang yang telah memiliki harapan ketika ia
dalam keadaan pesimis.[38]
Harapan berupa berakhirnya azab tidak akan terpenuhi, sebab keselahan yang
pernah diperbuat dengan menduskatan ayat-ayat Allah.
اِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ مَفَازًاۙ ٣١
31. Sungguh, orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan, sesungguhnya,
orang-orang yang takut melanggar apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan takut
kepada siksaan-Nya akan memperoleh kebahagiaan berupa kemuliaan di sisi-Nya dan
pahala yang besar di surga yang dipenuhi dengan kenikmatan.[39]
Kata مَفَازًا terambil dari
kata فوز yang berarti
keselamatan dan keterbebasan dari bencana disertai dengan memperoleh kebajikan.[40]
حَدَاۤىِٕقَ وَاَعْنَابًاۙ ٣٢
32. (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, yakni
kebun-kebun yang di dalamnya terdapat buah-buahan uamh lezat, aroma yang harum
dan juga indah dipandang mata.[41] Penyebutan buah anggur pada ayat ini adalah sebagai kiasan akan betapa
nikmatnya bauh-buahan surga. Yakni, karena anggur merupakan salah satu jenis
buah yang banyak manfaat dan paling nikmat rasanya.[42]
وَّكَوَاعِبَ اَتْرَابًاۙ ٣٣
33.
dan gadis-gadis cantik yang sebaya, kesenangan bergaul dengan kaum
wanita yang biasanya merupakan kesenangan yang memuncak di dunia, akan dialami
pula oleh ahli surga dengan cara yang lebih sempurna yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya.[43]
Penguhuni surga memperoleh istri-istri perawan itu, baik istri-istri semasa di
dunia yang berubah menjadi muda kembali (Q.S. 56:35-37), maupun istri-istri
baru berupa bidadari-bidadari surga (Q.S. 56:22) bagi yang belum menikah di
dunia.[44]
Hal
ini tentu berlaku juga bagi para kaum perempuan. Seorang perempuan yang kelak
masuk surga, juga akan merasakan kesenangan bergaul dengan lawan jenis yang
sempurna. Namun demikian, beberapa kenikmatan tersebut hanyalah
gambaran sebagaimana kebanyakan orang menikmati kehidupan dunia, yakni dengan
minum-minuman yang memabukkan, dekat dengan perzinahan serta ucapan yang penuh
keburukan. Sedangkan kenikmatan tersebut tentu akan berbeda dengan kenikmatan
yang ada di surga.
وَّكَأْسًا دِهَاقًاۗ ٣٤
34. dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Gelas
gelas ini berisi minuman yang terbuat dari anggur namun tidak memabukkan.[45]
لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا كِذّٰبًا ٣٥
35. Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia
maupun (perkataan) dusta. Suasana di dalam surga adalah kedamaian pikiran,
ketenangan dan tenteram, tidak mendengar kata yang sia-sia, seperti kebohongan.[46]
جَزَاۤءً مِّنْ رَّبِّكَ عَطَاۤءً حِسَابًاۙ ٣٦
36. Sebagai balasan dan pemberian yang cukup banyak dari
Tuhanmu,
artinya
balasan yang diinginkan.[47]
رَّبِّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الرَّحْمٰنِ لَا
يَمْلِكُوْنَ مِنْهُ خِطَابًاۚ ٣٧
37. Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya; Yang Maha Pengasih, mereka tidak mampu berbicara dengan Dia. Artinya,
akan dirasakan hebat kebesaran dan keagunagan Allah Tuhan Sekalian Alam pada
hari itu. Meskipun hari itu hari nikmat, hari orang yang bertakwa akan menerima
ganjara dan karunia Ilahi, meskipun bagaimana rasa gembira, namun kebesaran
Ilahi itu menyebabkan tiada seorang jua pun yang sanggup bercakap.[48]
Setiap orang karena melihat, menyadari dan merasakan kebesaran Allah, mereka
tidak mampu berkata apa-apa.
يَوْمَ يَقُوْمُ الرُّوْحُ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ صَفًّاۙ لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ
اِلَّا مَنْ اَذِنَ لَهُ الرَّحْمٰنُ وَقَالَ صَوَابًا ٣٨
38. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri
bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin
kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan dia hanya mengatakan yang benar. Pada
hari itu, Jibril dan Malaikat lainnya yang memiliki kedekatan dan kedudukan
tinggi di sisi Allah, tidak dapat berbicara apa pun. Jika ada yang berbicara
itu adalah atas izin Allah dan pastilah perkataanya itu sebuah kebenaran.
Perktaan itu ialah syafaat kepada orang lain yang memang akan diberi
ampunan oleh Allah.[49]
ذٰلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّۚ فَمَنْ شَاۤءَ اتَّخَذَ اِلٰى رَبِّهٖ مَاٰبًا
٣٩
39.
Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia
menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Ringkasnya, hari
kiamat itu pasti terjadi sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Bagi mereka
yang ingin selamat dari fitnah dan azab-Nya, hendaklah berjalan mendekat menuju
Allah dengan memohon kasih sayang-Nya disertai amal saleh dan akhlak mulia.[50]
Jalan menuju Allah ialah jalan cinta. Jalan mencintai
Allah dan Rasul-Nya serta orang soleh yang menempuh jalan tersebut. Maka,
sebelum menempuh jalan itu, hendaknya setiap muslim dan mukmin memiliki
kesadaran bahwa ia akan kembali kepada penciptanya, yakni Allah semata.
اِنَّآ اَنْذَرْنٰكُمْ عَذَابًا قَرِيْبًا ەۙ يَّوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ
مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُوْلُ الْكٰفِرُ يٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرٰبًا ࣖ ٤٠
40. Sesungguhnya
Kami telah memperingatkan kepadamu (orang kafir) azab yang dekat, pada hari
manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir
berkata, “Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.” Ini
adalah kalimat yang memberikan bayang-bayang ketakutan dan penyesalan tentang
pengingkaran terhadap hari kiamat beserta proses pembalasan terhadap kehidupan
dunia.[51]
Wa Allah
a’lam.
[1] Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir
Sya’rawi Jilid 15 (Medan: Duta Azhar, 2016), h. 3
[2] Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 26
Juz ‘Amma (Jakarta: Pustaka Azzam), h.2
[3] Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin
As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 2 (Bandung: Sinar Baru Algesindo, h.
1242
[4] Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim
(Selangor Malaysia: Klang Book Centre, 2003), h. 879
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz ‘Amma (Jakarta: Gema
Insani Press, 2015), h. 97
[6] Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 20 Juz ‘Amma
(Jakarta: Pustaka Azzam), h. 4
[7] Tim Penyusun, Al-Qur’an dan Tafsirnya
Jilid 10 (Jakarta: Departemen Agama RI, 2011), h. 524
[8] Taisirul Karimir Rahman, 90
[9] Tafsir Sya’rawi, h. 18
[10] Muhammad Asad, The Message of the Quran Jilid 3
(Bandung: Mizan, 2017), h. 1188
[11] As’ad Mahmud Humad, Tafsir
Singkat Al-Qur’an & Terjemah Juz 30 (Jakarta: Pustaka Ibnu Umar, 2020),
h. 17
[12] Salman Harun, Secangkir Tafsir Juz Terakhir
(Ciputat: Lentera Hati, 2018), h. 5
[13] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi Juz 30 (Semarang: Karya Toha Putra, 1993), h. 5
[14] Imam Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir Jilid 12
(Jakarta: Pustaka Azzam), h. 12
[15]Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 26 Juz ‘Amma (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007), h. 11
[16] Tim Penyusun, Tafsir Salman: Tafsir Ilmiah Atas Juz
‘Amma (Bandung: Mizan, 2014), h. 66
[17] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz ‘Amma (Jakarta: Gema
Insani Press, 2015), h. 99
[18] Firanda Andirja, Tafsir Juz ‘Amma (Jakarta:
2018), h. 29
[19] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 15
(Ciputat: Lentera Hati, 2007), h. 12
[20] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir
Al-Qur’anul Majid An-Nur Jilid 4 (Semarang: Pustaka Rizki Pura, 2016), h. 464
[21] Yusuf Al-Qaradhawi, Tafsir Juz ‘Amma (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2019), h. 46
[22] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir
Jilid 15 (Jakarta: Gema Insani Press, 2014), h. 338
[23] Muhammad Chirzin, Tafsir Al-Fatihah dan Juz
‘Amma (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, t.t), h.170
[24] Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaziri, Tafsir
Al-Qur’an Al-Aisar Jilid 7 (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2011), h. 775
[25] Salam Harun, Secangkir Tafsir
Juz ‘Amma (Ciputat: Lentera Hati, 2018 ), h. 9
[26] Syaikh Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’di, Tafsir Juz ‘Amma (Sukoharjo: AlQowam, 2016), h. 14
[27] Syaikh Muhammad Abduh, Rahasia
Juz ‘Amma (Bandung: Karisma, 2007), h. 8
[28]Syaikh Muhammad
Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir Jilid 5 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2020), h. 618
[29] Ibnul Jauzi, Tafsir Ibnul Jauzi
Juz ‘Amma (Jakarta: Pustaka Azzam, 2014), h. 12
[30] Ibnu Katsir, Shahih Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 9 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2021), h. 441
[31] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz ‘Amma
(Jakarta: Gema Insani Press, 2015), h. 104
[32] Syaikh Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’di, Tafsir Al-Qur’an Jilid 7 (Jakarta: Darul Haq, 2019), h. 449
[33] Tim Penyusun Tafsir Juz ‘Amma, Tafsir
Juz ‘Amma (Bandung: Penerbit Unisba, 2008), h. 14
[34] Ibid
[35] Tim Penyusun, Al-Qur’an dan
Tafsirnya Jilid X (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1991), h. 567
[36] M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah Volume 15 (Ciputat: Lentera Hati, 2012), h. 23
[37] ‘Aidh Al-Qarni, Tafsir Muyassar
Jilid 4 (Jakarta: Qisthi Press, 2008), h. 513
[38] Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir
Sya’rawi Jilid 15 (Medan: Duta Azhar, 2016), h. h. 52
[39] Tafsir Al-Maraghi, h. 27
[40] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah
Volume 15 (Ciputat: Lentera Hati, 2007), h.25
[41] Ibid
[42] ‘Aidh Al-Qarni, Tafsir Muyassar
Jilid 4 (Jakarta: Qisthi Press, 2008), h. 514
[43] Tim Penyusun, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid
X (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1991), h. 569
[44] Salman Harun, Secangkir Tafsir Juz
Terakhir (Ciputat: Lentera Hati, 2018), h. 13
[45] Salman Harun, Secangkir Tafsir Juz
Terakhir (Ciputat: Lentera Hati, 2018), h. 12
[46] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz ‘Amma
(Jakarta: Gema Insani Press, 2015), h. 107
[47] Ibnul Jauzi, Tafsir Ibnul Jauzi Juz ‘Amma
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2014), h. 19
[48] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz ‘Amma
(Jakarta: Gema Insani Press, 2015), h. 109
[49] Tim Penyusun Tafsir Juz ‘Amma, Tafsir Juz ‘Amma (Bandung:
Penerbit Unisba, 2008), h. 21
[50] Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, Tafsir Al-Jilani
Jilid 12 (Yogyakarta: Yayasan Baitul Kilmah, 2021), h. 11
[51] Sayyid Qutbh, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an
Jilid 12 (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 155
Tidak ada komentar:
Posting Komentar