Rebahan Perspektif Al-Qur’an
oleh: Ahmad Fauzan
Rebahan bisa dimaknai sebagai proses
berbaring. Kata ini juga bisa bermakna beristirahat. Yaitu, memberikan
kesempatan pada tubuh untuk mengembalikan energi setelah melakukan aktivitas.
Kata rebahan juga memiliki istilah lain yaitu leyeh-leyeh atau mager (males
gerak). Kata ini mengandung makna tiduran; tidak melakukan aktivitas yang
berat, bahkan biasanya hanya cenderung memainkan hp—entah untuk apa saja yang
intinya menghabiskan kuota. Rebahan, bagi kaum intelektual bermakna menyimpan
dan mengoptimalkan tenaga—padahal maknanya bisa lain cerita. Rebahan adalah
solusi luar biasa bagi para pemalas yang tidak memiliki visi dalam hidupnya.
Rebahan dijadikan tameng, bukan sebagai sarana untuk berdamai dengan keadaan.
Rebahan ini sungguh dielu-elukan oleh pengikutnya dengan berslogan “rebahan
adalah kita, kita adalah rabahan”. Itulah makna rebahan yang hakiki bagi
sebagian orang. Sebab sesungguhnya, rebahan adalah nikmat yang harus disyukuri.
Sebagai makhluk yang diciptakan dalam
sebaik-baik bentuk dan potensi, manusia harusnya memaksimalkan waktu dalam
hidupnya agar tidak menjadi orang yang merugi. Manusia yang baik tentu harus
memiliki perencanaan dan tujuan hidup guna meraih ketenangan dan kebahagiaan. Untuk
meraih tujuan hidup tersebut diperlukan mujahadah serta konsistensi agar
tetap pada jalan yang lurus. Itu semua tentu dilakukan tidak dengan mengisi
waktu hanya dengan leyeh-leyeh, rebahan atau mageran.
Islam, sebagai agama
yang penuh cinta, mengajarkan agar umatnya selalu beraktivitas, apa pun itu.
Aktivitas ibadah maupun kegiatan sosial semua harus dilakukan dengan baik dan
tidak merugikan pihak lain. Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki
perencanaan kegiatan yang matang, yang pula dikondisikan dengan keadaan. Ingat,
tidak ada istilah mager atau rebahan dalam Al-Qur’an. Kalaupun ada, rebaham
atau berbaring harus dilakukan dengan tetap mengingat Allah Swt sebagai
pencipta segalanya {Q.S.Ali Imran: 191). Sebab,
Al-Qur’an menyuruh untuk mengaktualisasikan diri dalam bpelbagai kegitan. Mari
tengok Q.S Al-Insyirah (7-8) yang singkat namun luas sekali maknaya
فَإِذَا
فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ ٧ وَإِلَىٰ رَبِّكَ
فَٱرۡغَب ٨
“Maka apabila kamu telah selesai (dari
sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
Dari ayat di atas, banyak sekali pelajaran yang dapat kita
ambil, di antaranya:
1. Harus
memiliki visi dan misi serta tujuan dalam kehidupan
Hidup artinya
bergerak; beraktivitas. Untuk bergerak dan beraktivitas itu tentu diperlukan
perencaan yang tertuang dalam visi dan misi serta tujuan. Jadikan hidup yang
indah ini sebagai sarana berbagi kasih sayang, sembari meningkatkan kualitas
diri sehingga terhindar dari seburuk-buruk tempat yang ada. Perencanaan ini
harus didasari oleh pengetahuan serta kesadaran diri, agar visi dan misi tersebut
disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Bersungguh-sungguh
dalam menjalan aktivitas
Sunggug-sungguh
dalam menjalankan semua aktivits, termasuk ibadah, bekerja, ataupun kerja
sosial lainnya harus menjadi pondasi utama. Selanjutnya, kegiatan tersebut
harus dilakukan efektif dan efisien. Sehingga tidak memakan waktu, tenaga
bahkan harta yang kemudian justru memberatkan. Berhentilah dalam beraktivitas
hanya karena dua hal, pertama karena lelah, kedua karena selesai. Kesehatan
adalah hal yang utama selain beresnya suatu perkara. Percuma suatu kegiatan
selesai, tapi yang melakukan tidak bisa menikmati hasil usahanya.
Proporsionallah dalam beraktivitas, kira-kira demikian. Apabila lelah,
beristirahat; bukan rebahan selama mungkin. Rebahan hanya sejenak, dijakan fase
menarik napas untuk melanjutkan aktivitas.
3. Tidak
memiliki waktu luang yang terbuang sia-sia
Waktu adalah
satuan yang terus maju. Tidak dapat berhenti atau ditarik mundur. Sebab,
manusia tak memiliki kuasa di atas waktu. Manusia lemah di dalam waktu. Untuk
itu, sebagai pribadi yang baik hendaknya kita memaksimalkan waktu yang
dimiliki. Gunakan untuk untuk meningkatkan keimanan dan amal saleh. Keimanan
adalah keyakinan berujung pada ketakwaan. Sedangkan amal saleh adalah perbuatan
yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi sesama makhluk.
4. Berharap
pada Tuhan Yang Maha Cinta
Hanya Allah
Tuhan Yang Maha Cinta yang telah memberi semua nikmat kepada kita yang tak
terhitung jumlahnya. Jadi, wajarlah bila pribadi lemah seperti kita ini hanya
bersandar pada Tuhan Semesta Alam. Tuhan yang mengusai makhluk. Usaha telah
kita lakukan dengan sungguh-sungguh, maka tidak akan lengkap rasanya tanpa
permohonan dan pertolong Allah di dalamnya. Itulah mengapa, kita dianjurkan
pula dalam melakukan segala hal harus dimulai dengan membaca basmalah;
menghadirkan selalu Allah dalam diri dan aktivitas kita seraya memohon ridlo-Nya
Macam tuu
BalasHapusiyap
BalasHapus👍🏻👍🏻👍🏻
BalasHapus