oleh: Ahmad Fauzan
Islam, sebagaimana sebuah ajaran yang mengajarkan kebaikan; mengajak
umatnya untuk hidup lebih baik. Kehidupan yang lebih baik adalah kehidupan yang
dapat menimbulkan rasa bahagia atau ketenangan dan manfaat seluas mungkin, baik
untuk diri sendiri maupun kepada makhluk lain. Islam, sebagai agama yang hadir
kurang lebih 14 abad lalu di Saudi Arabia, telah memberikan tuntunan hidup yang
lengkap bagi umatnya, termasuk dalam hal makanan. Sebab, makhluk hidup tidak
akan mampu menjalankan aktivitas apabila tidak ditopang oleh makanan sebagai
kebutuhan dasar.
Islam, sebagai agama penuh cinta telah memberikan arahan bagi
umatnya—secara khusus—terkait makanan. Islam membebaskan manusia untuk
memakan apa pun. Islam hanya membatasi pada hal yang halal dan baik (halal dan
baik sumber atau zatnya, halal dan baik cara pengelolaannya serta cara
memakannya) serta waktu memakannya, misalnya karena puasa atau ada halangan
tertentu. Itulah aturan mengenai makanan dalam Islam yang bersumber dari al-Qur’an
maupun sunnah nabi.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di planet
bumi, memiliki sebuah mahakarya terkait makanan. Sebuah mahakarya yang tiada
tandingannya seantero jagad raya. Mahakarya tersebut bernama Indomie dengan
slogan seleraku. Indomie adalah gabungan dari Indonesia dan mie: sebuah ide
brilian yang sangat tidak terpikirkan oleh siapa pun, bahkan Einstein sekali
pun. Sungguh, Indomie adalah nikmat dari Tuhan yang sangat harus disyukuri. Bagaimana
mungkin umat muslim di Indonesia khususnya, tidak bersyukur dengan adanya Indomie
di Indonesia yang bahkan telah merambah ke berbagai negara.
Apabila dilihat dari kacamata Islam, indomie dinilai memiliki arah
yang sama dalam ajaran Islam yang mengajarkan umatnya untuk memperhatikan kehidupan.
Pelajan ini antara lain:
Pertama, dari
segi rasa dan ukuran. Indomie goreng misalnya, dengan rasa yang demikian dan
ukuran yang segitu, tentu membuat penikmatnya susah untuk berpaling ke lain
hati. Begitu pula Islam, Islam dengan ajarannya yang ideal adalah sesuatu yang
sangat pas dalam ukuran hidup manusia. Tidak lebih tidak kurang. Begitupala Indomie
goreng, apabila dimasak dua bungkus berlebih, dimasak sebungkus kurang. Dalam hal
ini Islam mengajarkan untuk makan dan minum dengan pas, bahkan dalam sebuah
dirawayat dikatan hendaknya berhenti makan sebelum kenyang. Dan ternyata
indomie telah melaksanakan ini.
Kedua, terjangkau. Islam adalah
agama yang mengajarkan kebersamaan, sebab dalam kebersamaan akan hadir tolong-menolong
dan kepeduluian antar sesama. Islam menganjurkan berbisnis dilakukan selain untuk beraktivitas, juga
sebagai wujud peduli sesama. Termasuk dalam hal ini adalah apa yang dilakukan
oleh Indofood yang telah meracik dan menghadirkan indomie bagi seluruh rakyat Indonesia. Kehadiran
indomie ini dapat dijangkau oleh siapa pun, dan yang terpenting ialah harganya
yang tidak mencekik dompet. Sekalai lagi, ini adalah bukti hubungan yang erat
antara Islam dan indomie.
Ketiga,
solusi umat. Ketika Arab dilanda kejahilan atau kebodohan, Islam hadir untuk
mengembalikan fitrah makhluk hidup yang tak lagi mengikuti jalan yang lurus
menuju jalan cahaya. Begitu pula dengan Indomie. Keadaan sesulit apa pun,
Indomie siap menemani umat dan menjadi solusi dalam berbagai keadaan. Indomie bisa
dijadikan makanan yang tak sombong disandingkan dengan makanan lain. Indomie
selalu bisa berkolaborasi dengan makanan lain untuk melahirkan efek bahagia,
terlebih kepada kaum papa khususnya diakhir bulan, seperti: mahasiswa anak kost-an,
ibu rumah tangga yang tak mau repot menyuapi anaknya makan, atau kamu yang ketika tengah malam diselumuti kelaparan.
Itulah
beberapa nilai Indomie yang sejalan dengan Islam. Hanya saja, ada satu hal dari
Indomie yang sampai saat ini belum ditemukan jawabannya, baik dilihat dari
perspektif Islam, maupun perspektif ilmu apa pun. Hal itu akan terus
menghantui bahkan patut diduga sampai hari kiamat terjadi. Hal yang membutuhkan jawaban
itu adalah mengapa Indomie buatan orang lain jauh lebih enak daripada buatan
sendiri? Hanya Tuhan yang tahu.